Hikmat Pengharapan dalam Kesulitan
Firman Tuhan:
Roma 8:18
Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.
Bulan Agustus lalu saya mengalami sakit terkilir karena jatuh dari sepeda motor. Ketika saya hendak melayani ibadah ke Pos Pelayanan. Kecelakaan itu terjadi kerena tiba-tiba gerobak sayur datang dari gang masuk jalan, spontan saya rem mendadak, motor oleng dan saya jatuh. Pergelangan kaki saya terkilir dan membengkak serta beberapa luka dan lecet. Awalnya saya tidak merasakan sakit berarti, maka saya terus menunaikan tugas saya dengan berkotbah. Tetapi usai ibadah kaki saya sudah semakin bengkak dan sulit saya gerakkan. Maka dipanggil seorang tukang urut, ketika meluruskan urat-urat kepada keadaan semula, pada saat itu rasa sakit yang luar biasa. Beberapa kali, kaki saya diurut dan sekalipun setiap diurut begitu sakit saya tetap bersedia diurut karena menurut saya hanya dengan demikian kaki saya akan sembuh. Beberapa hari kemudiaan kaki saya pun sembuh dan bisa berjalan.
Ada pelajaran berharga ketika sakit terkilir yaitu kepasrahan menjalani rasa sakit yang sangat luar biasa selama diurut dan secara sadar mau menjalaninya karena dengan demikian akan memperoleh kesembuhan. Jika itu tak diurut demi menghindar rasa sakit maka akan terus sakit dan bisa berakibat fatal.
Sabar menjalani penderitaan dan rasa sakit yang luar biasa demi kesembuhan. Inilah pengharapan, bertahan dalam penderitaan demi mewarisi kebahagiaan yang abadi. Pandangan seperti inilah yang membuat orang percaya tetap setia di dalam iman. Lihatlah tokoh-tokoh yang menderita karena Injil, seperti Stefanus seorang diaken yang saleh , dia ditangkap dan dianiaya demi Injil Kristus namun ketika menjalani vonnis mati dia berdoa. Dalam doanya, dia menyerahkan hidupnya (bacalah kisah Stefanus dalam Kisah Rasul pasal 6-7) dan seolah dia melihat Tuhan datang menyambutnya memasuki kebahagiaan abadi.
Masih banyak contoh dalam Alkitab mengenai pandangan orang Kristen harus menjalani penderitaan demi mewarisi kebahagiaan yang kekal. Dalam Galatia 4:27, Paulus mencontohkan seorang ibu yang sakit bersalin. Seorang ibu mempertaruhkan nyawanya, menderita sakit yang luar biasa. Namun setelah bersalin sungguh sikap kita yang luar biasa. Dalam 2 Tim 2:3-6, panggilan ikut menderita itu diibaratkan seperti prajurit, atlet dan petani. Seorang prajurit harus berjuang dengan mengerahkan seluruh tenaga demi kemenangan pertempuran. Seorang atlet harus mau berlatih dan menyerahkan segala kekuatannya berlari menuju harus finis meraih piala. Dan seperti seorang petani dia berjerih mulai dari memilih bibit, mengolah lahan, menanam, merawat tanaman dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan oleh seorang petani demi bahagia di masa panen.
Sahabat yang baik hati orang percaya harus bersedia dan pasrah untuk menjalani semua penderitaan itu demi kebahagiaan yang akan dijanjikan. Lebih baik menderita sekarang namun bahagia selama-lamanya. Dari pada tidak setia demi menghindar dari penderitaan di dunia ini, tetapi selamanya menderita dalam hukuman yang kekal. No pain no gain, tak Ada mahkota tanpa perjuangan. Tak ada kebahagiaan tanpa meraih juang melampaui penderitaan. Prinsip seperti inilah yang harus terlatih dalam hati kita. Jika harus bergumul dan menderita, jalanilah dalam pengharapan, bahagia telah menanti kita diujung jalan yang akan kita lalui.
Sahabatku, Tuhan memberkati saudara dengan melimpahkan segala kebaikan dalam hidup saudara. Amin!
Comments
Post a Comment