ASAS-ASAS HUKUM DALAM PERJANJIAN
Perjanian atau Perikatan pada dasarnya pada Pasal 1233 KUHP Perdata yakni perikatan yang lahir karna undang-undang dan atau perikatan yang lahir karena perjanjian. Secara umum asas sering dikatakan sebagai dasar pemikiran atau jantungnya hukum. Atau dengan kata lain asas menjadi akar yang kuat yang membentuk aturan itu menjadi ketentuan yang sangat inperatif.
Secara umum asas hukum yang dapat digunakan dalam klafikasi hukum seperti hukum pidana, hukum perdata maupun hukum tata usaha negara antara lain:
- Lex superior derogate legi inferior (ketentuan hukum yang tinggi mengalahkan ketentuan hukum yang lebih rendah),
- Lex posteriori derogate legi priori (ketentuan hukum yang lebih baru diutamakan dari pada ketentuan hukum yang lama),
- Lex specialist derogate legi generale ( ketentuan hukum yang khusus diutamakan dari pada ketentuan yang umum),
- Asas Nonretroaktif (Hukum tidak bisa berlaku surut).
Asas hukum yang diuraikan diatas adalah asas hukum yang digunakan secara umum. Berbeda halnya asas hukum yang digunakan dalam perjanjian (Overeenscomstrecht) diantaranya.
1. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of contrack)
Asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. membuat atau tidak membuat perjanjian,
b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
c. menentukan
isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Dan kebebasan yang di uraikan diatas dibatasi oleh undang-undang, kesusilaan, kepatutan, dan asas etikat baik.
2. Konsensus (Consensual)
Di dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Peradata, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, akan tetapi cukup dengan adanya kedua belah pihak yang melakukan perjanjian Karena keepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
3. Asas Facta sunt servanda
Hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebagai sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas facta sunt servanda dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: "perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang".
- Iktikat Baik (Goede Trouw, Good faith)
- kepribadian (Personalitas)
- Keseimbangan
- Persamaan hukum
- Perlindungan (Protection)
- Kepatutan
- Moral
- Kepastian Hukum
Jika terjadi sengketa dalam perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusan nya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian, bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepatian hukum.
4. Asas Kepribadian.
Asak kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang dapat melakukan kontrak hanya untuk kepentingan seseorang. Hal ini dapat di lihat pada pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHP Perdata. Pasal 1315 menegaskan pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya sendiri. Pasal 1340 menegaskan perjanjian berlaku antara pihak yang membuat perjanjian itu sendiri.
5. Asas Kepercayaan,
Asas Kepercayaan merupakan asas dimana seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan mematuhi isi dari perjanjian tersebut. Dengan kepercayaan ini, maka kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang - undang.
6. Asas Kekuatan mengikat perjanjian ( verbindende kracht der overeenkomst),
Asas Kekuatan mengikat perjanjian merupakan asas yang menyatakan bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka sepakati dalam perjanjian yang mereka buat. Terikatnya para pihak dalam suatu perjanjian tidak semata- mata terbatas pada apa yang diperjanjikan akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain yang dikehendaki oleh asas-asas moral, kepatutan dan kebiasaan. Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa kekuatan mengikat dari suatu perjanjian itu baru ada, bila perjanjian yang dibuat menurut hukum. Dengan menekankan ‘secara sah’ berarti bahwa perjanjian yang dibuat tersebut harus memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu ketentuan Pasal 1320 KUH Perrdata.
Comments
Post a Comment